Berawal dari bantuan Kementrian PUPR untuk pembangunan TPA Selopuro Tahun 2021 yang ditunda serta masyarakat sekitar TPA yang mengeluh akibat TPA Selopuro yang sudah over capacity dan tidak memungkinkan lagi untuk membuang sampah disini dan berbagai permasalahan di TPA Selopuro. Kami berniat mengunjungi TPA Talangagung untuk mempelajari bagaimana mekanisme TPA Talangagung yang mampu menjadikan Tempat Pemrosesan Akhir itu sebagai wisata edukasi dan percontohan nasional (pada tanggal 21 Oktober 2022).

Praktik cerdas dan inovatif menjadikan tempat pemrosesan akhir menjadi wisata edukasi didorong oleh bahayanya dampak yang ditimbulkan dari sampah yang dapat menyebabkan masyarakat sekitar mengalami penyakitan.

Tempat pemrosesan sampah (TPA) memang sudah tercantum dalam UU No. 18 tahun 2008 tentang pengelolaan sampah, bahwa TPA (tempat pembangunan akhir) menjadi tempat pemrosesan akhir (TPA) sampah. Disamping itu, dalam mengelola TPA tidak diperbolehkan dengan secara terbuka, minimal pengelolaan TPA dengan secara terkontrol dan terkendali. Dalam hal inilah pengelola TPA harus inovatif dalam mengelola sampah yang ada, seperti yang dilakukan oleh TPA Talangagung Kepanjen, Kabupaten Malang yang setiap harinya menerima 160 meter kubik sampah yang berasal dari 8 kecamatan di sekitarnya. Agar sampah dikelola dengan baik, petugas TPA Talangagung memisahkan sampah yang masih dapat digunakan kembali serta didaur ulang dari sampah organik dan sampah lainnya.

Dalam pengelolaan sampah organik maupun sampah plastik di TPA Talangagung Kepanjen, Malang hingga menjadi tempat Wisata Edukasi, dimana pihak terkait menggunakan mesin-mesin yang bekerjasama dan sekaligus mendapatkan bantuan dari beberapa lembaga seperti, badan penelitian dan pengembangan Kabupaten Malang, pemerintah desa Talangagung dan kelompok-kelompok swadya masyarakat lainnya. Setidaknya ada 5 mesin yang digunakan, yaitu mesin grinder organik, mesin pencacah organik, mesin pencacah plastik, mesin pencetak briket, dan  mesin mixer organik yang masing-masing memiliki fungsi yang berbeda. Mengenai hal ini pemerintah Kabupaten Malang dalam rangka pencapaian SDGs terus konsisten dalam menjaga lingkungan dan terus berupaya berinovasi.

Sistem 3R (Reduce, Reuse, Recycle) digunakan untuk mengurangi timbunan sampah dan pemanfaatan  untuk mendaur ulang sampah. Dimana sampah yang sudah ada di Talangagung di tata dengan mengikuti topografi dan struktur geologi setempat sampai mencapai ketinggian sekitar 2 meter kemudian ditutup tanah atau terpal yang bisa terurai, dalam hal ini di lakukan dalam rangka untuk memungkinkan terurainya sampah secara efektif. Hal ini terus dilakukan secara berulang sampai sampai cekungan penuh menjadi lahan urup yang terkendali.

Untuk memudahkan proses pengelolaan sampah, petugas membagi TPA Talangagung dalam tiga area yakni, zona pasif (area yang sudah penuh ditutupi lapisan tanah sehingga memungkinkan untuk ditanami pepohonan dan menjadi area hijau atau lokasi wisata), zona kendali, dan zona aktif yaitu area yang masih berfungksi untuk pemrosesan air sampah. Dimana pada zona aktif dan kendali sampah-sampah ditumpuk, dipadatkan, dan ditumbun tanah untuk memungkinkan terjadinya proses permentasi anaerob., dimana bagian didaerah ini telah dipasangi pipa-pipa yang mengalir ke instalasi pengelolaan air limbah.

Kemudian air limbah yang dihasilkan dari proses penguraian sampah ini disebut dengan air lindi. Kemudian air lindi di netralkan kembali ke TPA untuk menjaga kelembaban sampah yang masih mengalami proses permentasi anaerob. Proses permentasi anerob sampah menghasilkan gas metana yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan bakar ramah lingkungan, seperti generator pembangkit tenaga listrik di kawasan TPA Talangagung, bahkan gas metana juga disalurkan kerumah-rumah warga sekitar untuk memasak maupun mengganti tabung elpiji.

Dengan adanya inovasi tersebut, TPA Talangagung bukan hanya tempat pembuangan sampah, akan tetapi juga sudah menjadi kawasan wisata edukasi. Dimana masyarakat bisa belajar memilah sekaligus mengubah sampah menjadi energy terbarukan. Sedangkan untuk biaya operasional berasal dari APBD ditambah dengan Swadya masyarakat dengan bantuan dari mitra pembangunan.  Inovasi tempat pembuangan akhir sampah menjadi kawasan wisata edukasi ini telah merubah kondisi dengan terhindar dari polusi udara maupun terhindari dari penyakit. Disamping itu juga dengan adanya inovasi ini meningkatkan ekonomi masyarakat sekitar.